Friday, October 31, 2008

Kerajaan Majapahit Abad XIV – XV



Ditulis oleh Agus Arismunandar


Berdirinya Kerajaan Majapahit pada awal abad XIV – XV sebenarnya sudah direncanakan oleh Krtarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Ia merasa mempunyai tugas untuk melanjutkan kemegahan Singhasari yang saat itu dipimpin oleh Krtanagara berada dalam masa menjelang keruntuhannya, mertua Raden Wijaya.
Oleh karena itu, dengan rencana yang matang dan anjuran Arya Wiraraja, Penguasa Madura, Raden Wijaya beserta kawan-kawannya lalu membuka hutan di wilayah yang disebut dalam Pararaton sebagai “alasing wong Trik…” (hutannya orang Trik). Sebagai pendiri Kerajaan Majapahit, penerus kekuasaan Rajawangsa sebenarnya Raden Wijaya memerintah dalam waktu yang singkat, antara tahun 1293-1309. Selama pemerintahannya terjadi beberapa kali pemberontakan yang dilakukan oleh sahabat-sahabat yang pernah mendukung perjuangan dalam mendirikan Majapahait. Babak awal perkembangan Kerajaan Majapahit masih penuh dengan intrik politik internal.

Hal serupa juga terjadi menjelang keruntuhan Majapahit. Masa pemerintahan Jayanagara dan Tribuwanattunggadewijayawisnuwarddani merupakan tahap pembentukan kemegahan kerajaan. Baru pada era pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara (1350-1389), Majapahit berada di puncak kemegahannya dan berangsur-angsur surut antara lain karena perang Paregrek (1401-1406). Akhirnya Majapahit pun runtuh sekitar awal abad XVI. Salah seorang anak raja Majapahit, Bhre Krtabhumi (1468-1478) yang digulingkan dari tahtanya, berhasil menjadi penguasa Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.

Majapahit adalah kerajaan Hindu Buddha terbesar pada masa Indonesia kuna. Berbagai bukti tinggalannya berupa artefaktual, monumen, karya susastra, dan cerita rakyat (folklore). Dalam uraian Kakawin Nagarakrtagama pupuh 13 dan 14 karya Mpu Prapanca yang digubah tahun 1365 terdapat penyebutan wilayah-wilayah di luar Jawa yang mengakui kejayaan Majapahit yaitu Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan daerah pantai barat Papua. Sedangkan negara-negara sahabat Majapahit (mitra satata) disebut dalam pupuh 15 yaitu Syangka (Siam), Ayodhyapura (Ayuthia di pedalaman Thailand), Darmanagari (Dharmarajanagara/Ligor), Marutma (Martaban, selatan Thailand), Rajapura (Rajjpuri, selatan Thailand), Singhanagari (daerah di tepi sungai Menam, Campa, Kamboja), dan Yawana (Annam, Vietnam), serta Cina yang walaupun tidak disebut oleh Prapanca menunjukan pengaruh budaya Cina yang ditemukan di Situs Trowulan.

Berita Cina yang ditulis oleh Ma-Huan sewaktu mengikuti perjalanan Laksamana Zheng-He ke Jawa memberi penjelasan mengenai keadaan masyarakat Majapahit pada abad XV. Antara lain bahwa kota Majapahit terletak di pedalaman Jawa. Istana Raja dikelilingi tembok tinggi lebih dari 3 zhang, pada salah satu sisinya terdapat “pintu gerbang yang berat” (mungkin terbuat dari logam). Tinggi atap bangunan antara 4-5 zhang, gentengnya terbuat dari papan kayu yang bercelah-celah (sirap). Raja Majapahit tinggal di istana, kadang-kadang tanpa mahkota, tetapi sering kali memakai mahkota yang terbuat dari emas dan berhias kembang emas. Raja memakai kain dan selendang tanpa alas kaki, dan kemanapun pergi selalu memakai satu atau dua bilah keris. Apabila raja keluar istana, biasanya menaiki gajah atau kereta yang ditarik lembu. Penduduk Majapahit berpenduduk sekitar 200-300 keluarga. Penduduk memakai kain dan baju, kaum lelaki berambut panjang dan terurai, sedangkan perempuannya bersanggul. Setiap anak laki-laki selalu membawa keris yang terbuat dari emas, cula badak atau gading.

Berita Cina juga menyatakan bahwa mereka duduk di rumahnya tapa menggunakan bangku, tidur tampa ranjang, dan makan tanpa memakai sumpit. Sepanjang hari mereka senang memakan sirih, baik laki-laki maupun perempuan. Secara umum penduduk Majapahit menurut Ma-Huan dapat digolongkan menjadi tiga (3) yaitu orang-orang Islam yang datang dari barat dan mendapat mata pencaharian di ibukota; orang-orang Cina yang beragama Islam selaku niagawan tinggal di ibukota dan kota-kota pelabuhan; dan penduduk pribumi yang masih menyembah berhala dan gemar memelihara anjing.

Dalam melakukan jual beli penduduk Majapahit menggunakan uang kepeng dari berbagai dinasti, selain uang yang dikenal di Majapahit sendiri. Bahasa penduduk pribumi itu sangat halus dan indah, dan mereka mengenal tulis menulis dengan daun kajang sebagai kertasnya dan pisau tajam sebagai pena. Ukuran timbangan disebut sekati, sama dengan 20 tahil; setahil sama dengan 16 qian; 1 qian sama dengan 4 kubana.

Udara di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali dalam setahun, butir berasnya amat halus. Terdapat pula wijen putih, kacang hijau, rempah-rempah dan lain-lain, kecualai gandum. Buah-buahan banyak jenisnya, antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsat dan semangka. Sayur mayur berlimpah macamnya, kecuali kucai. Jenis binatang juga banyak, antara lain burung beo, ayam mutiara (kalkun), burung nilam, merak, pipit, kelelawar dan hewan ternak seperti sapi, kambing, kuda, babi, ayam dan bebek, serta hewan langka monyet putih dan rusa putih.

Penduduk Majapahit hidup dengan panduan kitab hukum dan perundang-undangan yang sangat dihormati, misalnya Kutara Manawa yang mencakup hukum pidana dan perdata.

Sumber : Majapahit Kingdom

0 comments:

Post a Comment