Wednesday, October 29, 2008

Bung Karno, Hatta, Sjahrir dan Amir di kala pendudukan Jepang 1942-1945

Bung Karno, Hatta, Sjahrir dan Amir di kala pendudukan Jepang 1942-1945

>Karena tindakan radikalnya kembali yang berlanjut, tahun 1934 Bung
>Karno ditangkap dan diasingkan ke Ende (Flores), serta kemudian
>pada tahun 1938 dipindahkan ke Bengkulu. Perjuangannya melawan

>kolonialisme tidak pernah surut, bahkan di Bengkulu, Bung

>Karno aktif dalam kegiatan perkumpulan

> Muhammadiyah yang bercirikan Islam.

Dari buku Abu Hanifah , Ini periode ketika BK lebih banyak
bersentuhan dengan kaum agamis/Islam ketika sebelumnya sewaktu
berada di Bandung dan Surabaya BK lebih kiri dan cenderung
‘less-agamis’ (istilah halusnya) terutama jika dilihat dari Pidato
pidato Bung Karno di era 1931an.

Di Bengkulu, BK menikahi gadis muda Bu Fatmawati. Mungkin sekali
keluarga Bu Fat yang dikenal sangat agamis ini yang mempengaruhi BK
meningkatkan kehidupan religiusnya.

Ini hanya membuktikan bahwa BK layaknya memang manusia biasa, ada
kalanya cenderung religius, ada kalanya pindah ke kutub lain. Bisa
berubah2.
> Sebelum Jepang tiba di Indonesia (Maret 1942), Bung Karno
> rencananya akan dibawa Belanda ke Australia. Tetapi ternyata
> rencana itu batal.
Rencana Belanda sewaktu Jepang masuk adalah mengirim orang2 Eurasian
dan kaum-kiri Indonesia (terutama yang berada di Digoel) ke
Australia. Kenapa kaum kiri ikut dikirim ke Australia ? Karena
strategi belanda, jika nanti Jepang kalah dan Belanda bisa masuk
lagi, kekuatan kiri dianggap bisa mempengaruhi masyrakat Indonesia
agar Belanda masih bisa bercokol di Nusantara.

Saya lupa ini persisnya diterangkan dibuku mana, entah di bukunya
Soekarno, Hatta, Sjahrir atau karangan McVey.

Jadi tindakan BK untuk tetap di Indonesia saat itu, merupakan
strategi yang tepat.

Di awal datangnya Jepang, Bung Hatta dan Sjahrir sudah
memperingatkan bahayanya fasisme Jepang. Sementara BK cenderung
menyokongnya (mungkin karena sama2 ultra nasionalis-kah ?)

BK mengatakan Jepang akan menang perang atau paling tidak berkuasa
selama 10 tahun. Hatta mengatakan gak mungkin, AS yang menang
katanya, Jepang kalah dalam 5 tahun, sementara Bung Sjahrir
mengatakan masa Jepang cukup tiga tahun saja Jepang berkuasa di
Indonesia.

Lagi-lagi analisa politik Bung Sjahrir tepat.
>
> Ahirnya Bung Karno oleh Jepang. dibawa ke Jakarta. Sesuai
>kesepakatan di antara para pemimpin Nasional, Bung Karno bergerak
>secara terbuka seolah membantu Jepang. Padahal secara tersirat
>mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Para pejuang lainnya misalnya
>Sutan Sjahrir bergerak di bawah tanah, dengan maksud melakukan
>pembinaan kader serta melakukan siasat untuk persiapan dikala
>kemerdekaan itu tiba.
Ini memang kesepakatanya, tapi dalam prakteknya, definisi
underground ini bukan berarti underground melawan secara fisik,
melainkan lebih banyak memberikan edukasi atau insprirasi politik
karena saat itu, Bung Sjahrir dianggap sebagai “guru” di kalangan
Intelektual Indonesia.

Sebenarnya di tahun 1942an, ada rencana Jepang yang diungkapkan oleh
Moh. Yamin kalau pemimpin Indonesia level satu akan dihabisi,
sementara level dua akan dibiarkan karena dianggap masih
bisa “dibina” oleh Jepang setelah Indonesia nanti dibrainwashed oleh
Jepang dengan pengiriman intelektual Jepang sebanyak-banyanya ke
Indonesia. Pamanya Abu Hanifah, seorang Dokter di Kalimantan,
termasuk dalam list ini dan akhirnya dihabiskan secara tragis. Bung
Hatta juga pada 1942 termasuk dalam ‘inceran’ Jepang, cuman karena
Bung Hatta dianggap kerajaan Jepang termasuk tokoh penting Indonesia
untuk bekerjasama dengan Jepang , akhirnya Hatta tidak ditangkap
oleh Kempetai. Sedangkan Bung Karno sendiri, dari awal sendiri
memilih bekerja sama dengan Jepang.

Ini yang dikemudian hari menimbulkan ’slek’ atau konflik antara
Sjahrir dan Soekarno, Sjahrir menganggap Bung Hatta bekerja sama
dengan Jepang karena ter-fait-accompli, sementara Sjahrir menganggap
Soekarno terlalu pro-Jepang. Dalam tulisan Sjahrir di era 1944-awal
1945, ia mengkritik tokoh Indonesia yang pro-Jepang.

1945 Jepang keluar, Belanda masuk, sentimen Anti Jepang sangat kuat
di Indonesia, beberapa tokoh pergerakan yang tadinay pro-jepang
dihabisi oleh putra Indonesia sendiri, konon kabarnya Otto Iskandar
Dinata wafat scr tragis akibat gerakan sentimen ini. Revolusi
memakan anak kandungnya sendiri.

Balik lagi ke masa 1942-1943, sebenarnya yang benar-benar
underground dan mencoba melakukan resistance secara fisik terhadap
Jepang adalah Mr. Amir Sjarifudin (yang kemudian hari menjadi PM
Indonesia dan perwaklian Indonesia dalam Renville Aggrement). Hanya
saja perlawanan ini gagal, kawan2nya Amir orang Blanda dihabisi
Jepang sementara Amir dipenjara.Konon kabarnya Bung Karno
menyelamatkan Amir dengan meminta Jepang agar tidak mengeksekusi
Amir.

Masa 1943-1944 Jepang merubah strategi dimana kemerdekaan Indonesia
lebih dibicarakan. Maeda membuat Ashrama tempat pembelajaran dan
diskusi kemerdekaan Indoensia, kalah tidak salah disebut “Menteng
31″. Ide menteng 31 ini sebenarnya didukung Navy-nya Jepang, tapi
ditentung Armynya Jepang. Di “Menteng 31″ inilah gantian Sokarno,
Hatta dan Sjahrir memberikukan kuliah dan pembelajaran tentang ilmu
politik dan ekonomi ke anak2 muda Indonesia. Banyak nama2 besar di
institusi ini, dari Chaerul Anwar sampai BM Diah. Mungkin
isinya “who is who” in Indonesia Politics 1945-1965.

Agak mengagetkan untuk sjahrir dan hatta cs kalau ternyata jepang
punya interest dan knowledge yang kuat tentang ide sosialisme-
kerakyatan. konon kabarnya, banyak perwira jepang yang simpati
dengan sosialisme ini (yang didukung hatta dan sjahrir) karena
dianggap dikemudian hari bisa membawa jepang post-war kesuasana yang
lebih adil. Di Ashrama inipula, ada kecenderungan dimana pemikiran
Tan Malaka masuk, mungkin sekali karena ada Achmad Subardjo dan
Djohan Shahroezah (masih keponakan Sjahrir) disana yang dekat dan
berafiliasi dengan Tan Malaka.

Mempelajari kemerdekaan Indonesia memang mengasikan dan
membangkitkan curiosity dan imajinasi :-)

Hanya saja kemerdekaan Indonesia sangat komplet setelah mempelajari

Empat Founding Father Indonesia : Soekarno , Mohammad Hatta , Soetan
Sjahrir dan Amir Sjarifudin. Terutama tulisan tulisanya Soekarno
(Nasakom dan Indonesia Menggugat), Hatta (Menuju Indonesia
Merdeka ), Sjahrir (Kritiek En Opbouw/Pujangga Baru dan Perjuangan
Kita). Begitu pula dengan tan malaka (dari madilog dampai merdeka
100%).



Sumber : http://kolomsejarah.wordpress.com/

0 comments:

Post a Comment